Puisi? Entahlah, Mungkin Juga Bukan

Senja selalu mengingatkanku kepada kita..
Perjumpaan antara Gelap terang.. Hitam benderang.. Siang malam..
Baik dan buruk yang indah..

Belakangan, aku jadi tak kuasa untuk berpuasa merangkai prosa, Entahlah, Aku kini menjadi seorang penggila sastra, atau mungkin hanya sedang limbung mengenang cinta..

Cinta memang selalu saja berhasil mencipta bahasan-bahasan yang enggan tuntas..
Diskusi-diskusi panjang yang malas berujung..
Selalu nikmat, tak pernah puas kita dilumat debat..

Tiada yang tak terjawab waktu..
S'gala tanya tentang kegetiran..
S'gala misteri tentang apa itu kebahagiaan..

Sayang kadang saat waktu belum dirasa tepat, penantian serasa siksa oleh jawaban..
Waktu diulur-ulur antara keadaan atau ketiadaan, kegembiraan atau kesakitan, kelahiran atau kemusnahan..

Setengah lusin sudah kumpulan tahun yang dirangkai oleh tanya..
Apa, dimana, bagaimana ?

Ribuan windu masih waktu singkat bagi pengamat antariksa..
Sebab bintang berjarak ribuan tahun cahaya masih bisa mereka anggap dekat di angkasa..
Sementara enam tahun bukan sementara bagi penanti kepastian yang suka pun lara..

Kemarin semakin kemari semakin datang semakin cepat, mengikat..
Kalah cekatan kita oleh waktu, kemudian terperanjat..
Terperangkap, gagap sesak kita disekap sesal..

Pada dimensi waktu, kemarin adalah esok kita..
Yang akan jadi kenangan, atau jadi kutukan..
Semakin menebal saat semakin coba dilupakan..

Dimensi waktu bisa melebar, memanjang, meluas bagai dimensi ruang..
Tapi waktu tak akan mungkin bisa diulang..
Mau bagaimana lagi?
Kenapa tak kita luangkan saja sedikit waktu untuk mengulang?
Adakah peluang?

Sebab harapanlah yang telah mati, Kekasih, Tidak cintaku..
Bayangmu belum rampung..
Menyerimpung..
Susah aku melangkah..
Pulanglah pulang pugar hariku..

Aku kangen bermesra..
Pada sajadah yang basah oleh peluh dan airmata..
Merenjana haru canda kita padaNya denganmu..
Menyulam wudhu..

Tapi aku bukan pendoa yang sesali masalalu kita, Kekasih..
Lupakah?
Aku cuma pendosa yang mensyukuri tiap jengkal liku lubang kelok lurus dijalan hidup..

Perjumpaan kita dipintu jannah mungkin takan pernah bisa aku jamah..
Aku pendosa sejak cerabut akar hati dan akalku oleh asamu..

Aku hanya ingin kita yang dulu, yang selalu bisa mengais suka di air mata..
Kita yang selalu suka ria menghias dosa..
Aku hanya ingin kita yang sebelumnya..

Aku ingin makan di Pondok Cina,
Berdiskusi di Universitas Indonesia..
Atau cekikikan diatas dua roda..
Ciumi lapis teratas jilbabmu, lalu kelahi..

Aku ingin setubuhimu, Bercinta..
Membiarkan peluh dikulit kita yang bicara..
Menjelaskan rasa yang tak akan pernah bisa terwakili kata-kata..

Aku ingin rancu mana bibirku, mana bibirmu..
Mana peluhku, mana pelukmu..
Kau dekap lagi aku Kekasih, kita telanjangi dusta kita masing-masing..

Mari semburkan air hangat rindu kita Kekasih..
Biar hempas, lepas..
Lelehkan lahar gunung kangenku didadamu..

Kutiupi helai lembar rambutmu yang jatuh kewajahku saat kau buru peluh diatas dadaku..
Tanpa ragu.. tanpa malu.. tanpa ambigu..

Biar kurebah kurusku dikurusmu, kubenam kepalaku didadamu..
Kutanam lingga..
Bercinta kita..
Diamuk dosa yang menggelombang badai.. Kita berlayar..

Tapi bukan semata dadamu yang kukejar, atau pangkal pahamu yang kuincar..
Sekedar pun pantul wajahku saja dimatamu yang binar.. Cukup..

Malam pertama bukan puaskan haus balighku, atau setubuhi halalku..
Akan kuhitung lembar  alis di bawah kening setelah lipatan jilbabmu itu, Kekasih..

Kita tak kan berjanji untuk tak saling menyakiti..
Kita berjanji akan tetap bertahan saat salah satu dari kita menyakiti..

Sedikit romansa sederhana..
Yang wajahmu ditiap awal pejamku, lalu terbangun oleh kecup senyummu.. Itu saja..

------------------------------------------------------------------------------------------------------------







Aku pernah ingin nyerah.. Aku pernah amat lelah.. Tapi rasa ingin enggan musnah.. Aku lemah.. Aku kalah..

Pernah kukubur ini rasa, terluka..
Telah kulebur ini asa, kecewa..
Malah makin gempur mereka paksa aku dan kamu jadi kita..

Seperti saat mutmainah bertempur melawan supiah, lawamah dan amarah,
Seperti itulah lelahku saban kucoba melupakanmu..

Pada akhirnya, menganggap yang ada itu tiada adalah caraku mengada-ada saja untuk membahagiakanmu..

Sebab telak tolakmu tak talak Cintaku..
Asa terajut sendiri tiap kau Koyak.. Semoga nanti kau lengah sebelumku jengah..

Suram memang..
Rinduku berbahan bakar kenangan dan pengharapan..
Sedang pergimu dikayuh ego dan kemunafikan..

Aku sadar sepenuhnya bahwa Cinta adalah ketakutan akan kehilangan yang kadang dibungkus kemunafikan..
Semoga kaupun sadar sepenuhnya bahwa  Kasih sayang adalah jutaan pengertian dan pemberian kesempatan..

Sudah, aku sudah pernah mempertanya,
Kenapa hanya bening dan dinar pagiku, dalam sore, siang malamku, Yaaaa Alloh?
Tidak kah Engkau cemburu?

Kemudian sama, tak kutemu satupun jawaban yang tepat di kotak pesan singkatku..
Maka sudahlah, Rindu ku yang sudah sudah ini memang belum berkesudahan.. Tapi sudahlah..


Hitam Kekasih, bukan lagi biru.. Bekas pukul kepergianmu..
Kau memang batu yang buatku jatuh..
Dan perjalanan tertunda..

Sejak itu, dari awal senja hingga pagi buta, terjagaku alismu..
Terpejamku matamu..
Wajahmu diselatan utara, timur, tenggara hidupku Kekasih..

Lalu jungkir aku punya malam, beban kurus akal..
Serius akonsius..
Bermajikan imaji senyum jilbabmu..
Pentil kecil dadamu..
Monolog ini..

Selalu mereguk kamu dalam secangkir rindu..
Tiap malam..
Berulang..
Belulang kenangan yang selalu aku coba hidupkan..

Malam tak lagi sudi antar aku meniduri  tidur..
Angan memanjang, andai merentang..
Jikalau-jikalau bermunculan dari dinding kamar..
Meluap tiap aku coba terlelap..

Memaksa pejam adalah strategiku bertahan dari Rindu yang militan..
Tapi selalu salah..
Selalu kalah aku oleh perasaan..

Malam memang punya keahlian sendiri dalam mengolok para pecinta..
Dia terampil menghadirkan kenangan satir akan canda tawa luka.. Getir..

Kadang aku berharap hujan turun tiap malam..
Agar keluh kesah diredam bau tanah basah..
Agar rindu terendam musnah..
Lalu luka dibasuh lupa..

Tapi jikapun pada akhirnya aku sudah bisa melupakanmu,
Bisa dipastikan saat itu juga aku lupa pada diriku sendiri..

Entahlah, mungkin rindu yang kupelihara sebenarnya bukan kepadamu, Kekasih..
Tapi lebih kepada bulir kenangan saat kita tertatih, tapi tetap berjuang masih..

Atau mungkin rinduku padamu tak lebih besar dari rinduku pada titik-titik tetes butir peluhmu
Ditubuhku?
Bisa jadi..


Masih kudaki-daki puncak kangen ini, Kekasih..
Di iringi maki, decak kagum iri melihat ketegaran kesendirianku..

Tampar aku, Kekasih.. aku ingin panas bekas tanganmu dipipiku..

Andai rindu dan cintaku ini seperti serbuk sari kembang cempaka yang mudah lebur dibawa hujan..
Sayang tak pudar.. malah kokoh dihujani ujian..

Ini aku Kekasih, buah dr pohon
harapan yg engkau akarnya..
Membusuk di penantian Jatuh
kedekatmu.. Kedekapmu..
Memupukmu dgn lapukku..

Lalu kamu apa kabar?
Aku dengar dengan sombongnya kamu
umbar sesumbar..
Berkacalah..
Ini Cinta! Bukan Dosa yg butuh
Taubatan Nasuha..

Jika remas tangan disela himpit isi
Kereta, Atau Kecup buru2 dideru
hujan waktu itu adalah Dosa, Lalu
bagian mana dari kita yg Cinta ?

Kamu memang munafik, selalu munafik..
Tak asik!

Silahkan saja jika ingin berlari..
Kita lihat siapa yang akan sampai lebih dahulu..
Kau atau masalalumu..

Ahhhhh, kita sungguh seperti senja..
Saat denganmu, gelap terang berjumpa..
Sayang indahmu hanya sementara..

Terjagaku tiap malam sampai fajar tiba, sesungguhnya hanya karna ingin mengenang senja..

Kadang yang aku butuhkan hanyalah sepi..
Untuk sekedar bicara pada diri sendiri..
Tafakur..
Mengukur..
Telah sampai dimana perjalananku melupakanmu..

Kadang ke-sok-tau-anku muncul..
Siapa yang paling mencinta dia yang paling rela melepas, katanya..
Kadang ke-sok-roman-anku yang muncul..
Akhir yang indah adalah saat yang indah itu berakhir juga, katanya..

Aku masih ingat seberapa besar hidungmu..
Seputih apa baris gigimu..
Maka mari kita lihat sekuat apa egoku di hajar Rindu..


Kumpulan #PuisiMuke
dari favorite akun twitter

Eno Suratno Wongsodimedjo


Ditulis rentang 2012 - 2015
Dirangkai ulang 12.03.15 - 14.03.15

Hadiah yang (mungkin) terakhir..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkontemplasi Bersama Jason Ranti, Melalui Bunyi dan Diksi Album Sekilas Info | Sebuah Review

'Sekilas Info' Jason Ranti, Terinspirasi Ibu Soed dan Kasino Warkop

Review Avengers Endgame (Spoiler Alert) Part 1