Musik Lokal Indonesia, Nasibmu Kini

"Apa yang terlintas dikepala kamu saat saya menanyakan perihal apa yang terjadi pada nasib Industri musik di Indonesia sekarang?
Jawab dengan cepat, reaktif, bahkan bila perlu tanpa sempat berpikir.."


Pertanyaan diatas secara acak saya lontarkan kepada belasan kawan saya, baik  mereka yang memang berkecimpung di Industri musik maupun tidak, dan jawaban dari mereka, kira-kira seperti ini:

Aneh,
Parah,
Kemajuan Di Industri Bawah Tanah,
Keseragaman,
Mulai Redup,
Mati Suri,
Pembajakan,
Materialistis,
Kejar Setoran,
Jauh Dari Seni,
Ketenaran Instan,
Lesu,
Komersil,
Mati,
Makin Kreatif,
Dominasi Dangdut,
Membosankan,
Tidak Berkualitas,
Monoton,
Ribet,
Tidak Jelas,
Masih Easy Listening,

Dan jawaban ter-epic adalah

Lugu..

Hah? Lugu? Iya, Lucu Dan Guoblok :))))



Kebanyakan dari kawan-kawan saya memberikan jawaban dengan sentimen negatif, meski ada juga yang memberikan jawaban dengan sentimen positif..

Pertanyaan berikutnya adalah, kenapa lebih banyak yang memberikan jawaban dengan sentimen negatif tentang keseragaman, ke-monoton-an, kebosanan, komersialisme, kelesuan bahkan kemati-surian?
Jawabannya adalah, karena media arus utama hanya memberi lampu sorot kepada pihak yang itu-itu saja..

Mungkin kalian akan mengatakan kalau pandangan saya adalah pandangan yang terlalu subjektif, tanpa data dan lain sebagainya, terserah.. Tapi kalau mau jujur, memang seperti itulah yang terjadi di Industri musik lokal Indonesia..

Adalah Barasuara, band lokal beraliran alternative rock dengan lirik-lirik puitis yang sukses menjual "Taifun" album perdana mereka di angka ratusan keping via Omuniuum pada tahun 2015 saja..

The Tress & The Wild, Scaller, Sore, dan Mocca menapaki pula kesuksesan dalam hal menjual rilisan fisik karya mereka..




Bukan hanya sukses menjual rilisan fisik, kesuksesan serupa juga terjadi pada penjualan digital download album mereka, yang tentu saja mampu membawa mereka memiliki jadwal pentas yang terbilang padat setiap bulannya sepanjang tahun..

Lantas, apakah fakta yang demikian mengindikasikan bahwa Industri musik lokal di Indonesia telah mati, membosankan dan itu-itu saja?

Pertanyaan lainnya adalah, apakah kalian pernah mendengar karya atau nama mereka dari media arus utama seperti televisi, radio atau koran-koran Indonesia?

Jawabannya kemungkinan besar adalah tidak..

Itulah kenapa masyarakat kebanyakan menganggap kondisi Industri musik lokal Indonesia memprihatinkan, karena musisi atau band yang mereka tau hanyalah band-band lucu dan rendahan yang biasa mereka lihat dari media arus utama..

Industri musik lokal Indonesia baik-baik saja, mereka tetap menyala dengan kualitas sempurna, hanya saja kalian tidak akan menemukan musik bergizi jika kalian memang tidak mencarinya..


Mungkin memang sudah saatnya media televisi memberikan spotlight yang lebih besar kepada musisi sekelas Jason Ranti, Denny Frust, atau Mondo Gascaro..

Sudah saatnya pula masyarakat ramai mendapatkan hak nya untuk mendengarkan dan mengenal karya band-band kece sekelas Peron Satoe, Besok Bubar, Navicula, atau mungkin, The Fellow di Radio-radio mobil mereka..




Industri musik lokal Indonesia akan jauh lebih sehat jika saja media arus utama mau mengambil peran..

Tentu tidak akan ada yang dirugikan, bukankah acara seperti Radioshow TvOne beberapa tahun lalu terbukti mendapatkan ceruk penonton yang besar hingga tagar #RadioShow selalu menjadi trending topic twitter?

Dengan itu pasti Iklan akan masuk dan memberikan keuntungan besar jika itu yang selalu mereka jadikan alasan..

Tapi jikapun media arus utama masih tetap bertahan dengan kapitalisme-nya, saya rasa musisi-musisi padat bergizi akan tetap mampu bertahan dalam lingkarannya..

7 Maret 2018
Eno kini tinggal di Twitland


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkontemplasi Bersama Jason Ranti, Melalui Bunyi dan Diksi Album Sekilas Info | Sebuah Review

'Sekilas Info' Jason Ranti, Terinspirasi Ibu Soed dan Kasino Warkop

Review Avengers Endgame (Spoiler Alert) Part 1