Film "Cek Toko Sebelah 2" dan Kesadaran Tentang Toxic Parenting | Sebuah Review

Suasana konferensi pers film Cek Toko Sebelah 2. (Foto: Eno Suratno Wongsodimedjo)

Review ini mungkin mengandung spoiler. Pastikan menonton film "Cek Toko Sebelah 2" lebih dulu sebelum membaca artikel ini.


"Anakmu bukanlah anakmu.

Mereka adalah putra-putri kerinduan kehidupan terhadap dirinya sendiri.

Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tidak berasal dari dirimu.

Dan, meskipun mereka bersamamu, mereka bukan milikmu".

Petikan puisi dari pujangga Kahlil Gibran di atas langsung tergenang di kepala saya saat mengikuti cerita apik di film "Cek Toko Sebelah 2" yang naskahnya ditulis oleh Meira Anastasia, perempuan beranak dua sekaligus istri dari Ernest Prakasa, yang tak lain adalah bintang cum sutradara di sinema tersebut.

Bagi awam seperti kebanyakan kita, "Cek Toko Sebelah" merupakan IP ciptaan Ernest yang sukar terdeteksi datang dari genre apa. Drama keluarga, berbalut komedi, atau justru film komedi yang dikemas dalam sajian drama keluarga.

Bukan tanpa sebab. "Cek Toko Sebelah" --yang semula merupakan film, namun belakangan bermutasi menjadi serial dan teater musikal-- bisa dibilang menyuguhkan sajian komedi dan drama dengan kadar sama berat.

Meski dalam wawancara saya bersama Ernest pada akhir Juli 2022 silam, dia bilang ada perbedaan mendasar antara "Cek Toko Sebelah" versi film dan serial.

"Kalau di series kan konsepnya sitkom, lebih ke komedi daripada drama. Kalau film, backbone-nya adalah drama," katanya waktu itu.

Saya hanya bisa diam seolah mengamini apa yang dia bilang, tanpa upaya menyanggah teori tersebut sama sekali.

Menyoal drama keluarga, "Cek Toko Sebelah" dalam format film memang selalu menyajikan konflik dalam ceritanya. Perkara yang diangkat kerap seolah ringan, namun pada dasarnya penting.

Pada bagian akhir, cerita mampu menyadarkan penonton bahwa apa-apa yang semula dianggap enteng, bisa berujung merepotkan apabila tak dikendalikan dengan baik. Terlebih, perkara remeh yang terjadi antar anggota keluarga.

Suasana konferensi pers film Cek Toko Sebelah 2. (Foto: Eno Suratno Wongsodimedjo)

Jika pada film "Cek Toko Sebelah" pertama, Ernest menyuguhkan konflik antara kakak-beradik Yohan dan Erwin, maka di sekuelnya, keluarga Koh Afuk (Chew Kin Wah) bakal menghadapi konflik internal dan eksternal.

Konflik internal datang dari keinginan Koh Afuk untuk segera menggendong cucu dari putra tertuanya, Yohan (Dion Wiyoko). Di sisi lain, Ayu (Adinia Wirasti) sebagai istri Yohan justru tak mau terlalu gegas memiliki anak.

Ayu beranggapan, memiliki anak adalah komitmen serius, dan mereka berdua belum siap mental.

Sebagai orang tua, Koh Afuk tentu kecewa dan tetap berupaya membuat anak dan menantunya memberikan apa yang dia mau.

Salah satu caranya adalah memboyong Amanda (Widuri Putri), anak dari rekannya, Peter, untuk tinggal di rumah Yohan dan Ayu, dengan harapan membangkitkan keinginan pasangan tersebut memiliki anak.

Sementara konflik eksternal datang sewaktu Erwin (Ernest Prakasa) berniat mempersunting Natalie (Laura Basuki), kekasihnya yang telah dia pacari selama dua tahun.

Erwin yang seorang pegawai biasa, musti menghadapi orang tua Natalie, yakni Agnes (Maya Hasan) yang datang dari keluarga pengusaha kaya-raya.

Kebiasaannya memimpin laju perusahaan, membikin Agnes menjadi sosok perempuan yang keras, tegas serta penuh pertimbangan.

Agnes juga memiliki sejarah kelam ditinggal pergi suaminya yang berselingkuh dengan perempuan lain. Pengalaman itu menempanya menjadi orang yang tak mudah percaya kepada laki-laki, terlebih pada sosok pria yang datang dari kelas sosial berbeda.

Jalinan konflik kemudian berkelindan secara apik dalam cerita tak membosankan lantaran hadirnya sejumlah sosok jenaka dalam film Cek Toko Sebelah 2, antara lain Sonya (Asri Welas), Ojak (Awwe), Saipul (Hernawan Yoga), Naryo (Yusri Fahriza), serta Yadi (Adjis Doaibu).

Kehadiran Geng Capsa yang terdiri dari Aming (Edward Suhadi), Aloy (Sylvester Aldes), dan Vincent (Abdur Arsyad), juga penting dalam memproduksi lelucon dan adegan konyol dalam perbincangan tak penting mereka.

Selain kejenakaan, adegan awal pertemuan Erwin dan Ayu di Bali, lengkap dengan bumbu-bumbu percintaan dan keromantisannya, sempat membikin saya lupa bahwa ini adalah film drama.

Pada bagian menjelang akhir film, deretan adegan drama kemudian bergulung secara intens seiring konflik yang berkembang. Tangis saya pecah saat sejumlah hal terungkap.

Cerita dalam film "Cek Toko Sebelah 2" mengajak bagaimana para orang tua menyadari bahwa nilai-nilai yang mereka pegang teguh, terkadang tidak selalu relevan untuk dipaksakan pada kehidupan generasi berikutnya.

Selain itu, cerita dalam film ini juga mengusung pesan mengenai kesehatan mental anak-anak yang tersiksa lantaran ketidaksiapan orang tua membina keluarga.

Pesan dan ajakan tersebut terangkum dalam jalinan cerita menghibur tanpa tendensi menggurui. Kekuatan peran masing-masing tokoh juga bisa dibilang paripurna.

Sejumlah lelucon dari para pemeran pembantu mungkin akan terdengar hambar dan sia-sia tergantung selera, namun bisa dipastikan tak akan menghilangkan keinginan mengikuti cerita.

Pengambilan lokasi syuting di Bali juga memberikan suguhan gambar menarik yang menjadi sensasi tersendiri saat menyaksikan film drama.

Satu hal yang paling menonjol dalam film "Cek Toko Sebelah 2" adalah pertumbuhan kualias akting Ernest Prakasa yang kian baik. Jadi saran saya, Ernest harusnya membatalkan rencananya untuk berhenti berkarier di dunia seni peran. []

Artikel ini ditulis oleh Eno dan pernah ditayangkan di portal berita OPSI ID

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkontemplasi Bersama Jason Ranti, Melalui Bunyi dan Diksi Album Sekilas Info | Sebuah Review

'Sekilas Info' Jason Ranti, Terinspirasi Ibu Soed dan Kasino Warkop

Review Avengers Endgame (Spoiler Alert) Part 1