Ketidakniatan Sheila On 7 di Konser "Tunggu Aku di Jakarta" | Sebuah Review

Eno Dimedjo di area konser "Tunggu Aku di Jakarta" Sheila On 7


 "Ibu Linda" jadi lagu Sheila On 7 favorit saya sepanjang masa. Tembang ini pernah menjadi soundtrack hidup saya.

23 Oktober 2008, tanggal lahir album "Menentukan Arah" tempat lagu "Ibu Linda" bernaung, hanya berjarak beberapa purnama jelang lirik dalam tembang itu nyata di hidup saya.

Album “Menentukan Arah” terbit tak lama setelah kisah cinta saya digagalkan paksa oleh orangtua dari perempuan yang saya kasihi dan mengasihi saya.

Setelahnya, saya kerap berbicara pada dinding kamar, tepat seperti yang ada dalam lirik lagu “Ketidakwarasan Padaku”.

Saya juga menjadikan lirik di nomor "Tentang Hidup" sebagai bahan bakar untuk menggapai apa yang pernah kami cita-citakan bersama.

Lagu-lagu karya Sheila on 7 lain perlahan menjadi bagian dari hidup saya sampai kini. Saya juga sempat menjadi bagian dari Sheilagank resmi, berkartu anggota.

Berbelas tahun kemudian, saya berkesempatan menyaksikan penampilan bapak-bapak di konser super akbar pertama Sheila On 7 semalam (28 Januari 2023).

Kesempatan itu saya pikir bakal memberikan pengalaman berbeda. Musababnya, konser bertajuk  #TungguAkuDiJakarta sudah sensasional sejak semula, dengan penjualan tiket sebanyak 22 ribu lembar yang habis dalam waktu 15 menit saja.

Memasuki arena keriaan, saya juga takjub dengan denah venue, tata panggung, suara dan lampu yang dibuat sedemikian megah namun tak berlebihan.

Dua warna yang jadi penampil tamu, yakni Cokelat dan Perunggu sukses membikin penonton datang lebih awal dan berkerumun di muka panggung. Sisanya, memilih antre di booth makanan, kios merch, atau mengikuti aktivitas di rombong sponsor.

Satu lagi yang patut dipuji adalah pola crowd control yang diatur baik oleh promotor. Puluhan ribu manusia mengalir keluar dan masuk arena tanpa drama. Meski di luar arena kemacetan mengular hampir di semua pintu keluar kendaraan, hal ini rasa-rasanya memang di luar kuasa promotor.

Semua persiapan yang dipikirkan masak-masak oleh promotor, menjanjikan pengalaman meledakkan kepala bagi penonton yang datang, termasuk saya.

Namun ekspektasi saya ternyata kejauhan.

Penampilan Sheila On 7 semalam dibuka dengan gimmick yang sukses membikin penonton memakukan mata ke depan, kala Baba Duta, Pakde Eross, dan Abi Adam muncul dalam bentuk siluet dengan dominan warna merah di atas panggung. Namun sisanya, aksi Sheila On 7 tak ubahnya seperti penampilan mereka di panggung-panggung biasa.

Konser berjalan nyaris tanpa konsep.

Pemilihan setlist sama sekali tak istimewa dan terkesan tanpa alur atau tema. Tidak ada pula pengubahan aransemen berarti di tiap lagu-lagu yang dibawakan. Jikapun ada, justru bikin saya mengernyitkan dahi, setidaknya di nomor "Sebuah Kisah Klasik" yang entah kenapa dibikin upbeat.

Tak ada pula musisi tamu yang bisa saja dijadikan kolaborator. Padahal mungkin gimmick ini bisa memicu kebahagiaan yang lebih buat penonton.

Oiya. Konser semalam dijeda beberapa saat untuk memberikan waktu bagi para personelnya berganti kostum. Lagi-lagi, tak ada yang istimewa dalam sesi ini. Hanya ada sebuah video yang sama sekali tak saya pahami apa gunanya, diputar di layar besar saat jeda itu terjadi.

Beberapa kali panggung melontarkan kembang api dan konfeti, namun lagi-lagi seolah tanpa tujuan yang jelas.





Mari Menengok ke Belakang


Tahun 2012 silam, saya bertolak ke Yogyakarta untuk mendatangi konser  HUT ke 16 Sheila On 7.

Waktu itu, keriaan digelar di Grand Pacific Hall Yogyakarta yang hanya memiliki kapasitas maksimal 5000 penonton.

Berbeda dengan konser semalam, gelaran "Sheila On 7 16th Anniversary 3 On 3 Concert" dibuat dengan konsep.

Sesuai namanya, konser 3 On 3 dibagi menjadi tiga sesi dengan masing-masing sesi berjalan selama satu jam.

Sesi pertama digunakan Sheila On 7 untuk memompa adrenaline penonton dengan setlist yang dibuat dan dipikirkan secara serius.

Sesi kedua, mini orkestra muncul di panggung kecil di belakang penonton. Tak lama kemudian, personel Sheila On 7 tampil di panggung tersebut, sekaligus membuat penonton yang semula berada di barisan belakang, menjadi berada di bagian depan dan lebih dekat dengan idolanya.

Di sesi ini, koleksi lagu bertempo lambat dibawakan Sheila On 7 dengan iringan orkestra.

Sesi ketiga, Sheila On 7 kembali ke panggung utama dan membawakan lagu-lagu lain dan menutup keriaan dengan gempita.

Jika dibandingkan dengan konser tahun 2012 itu, keriaan semalam sama sekali tidak sepadan.

Jika tanpa panggung yang lebih megah, tata lampu dan suara yang lebih ciamik, venue yang lebih besar dan durasi yang lebih lama, gelaran konser #TungguAkuDiJakarta tak ubahnya pertunjukan Sheila On 7 di pesta musik biasa semisal Jakcloth.

Tapi mungkin penilaian saya salah. Sebab semalam, seluas mata memandang, penonton nampak terpuaskan ~

#SheilaOn7 #TungguAkuDiJakarta #Konser

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkontemplasi Bersama Jason Ranti, Melalui Bunyi dan Diksi Album Sekilas Info | Sebuah Review

'Sekilas Info' Jason Ranti, Terinspirasi Ibu Soed dan Kasino Warkop

Review Avengers Endgame (Spoiler Alert) Part 1